About

MENCIUM DAN MENEMPELKAN PIPI KE RUKUN (SUDUT) YAMANI

MENCIUM DAN MENEMPELKAN PIPI KE RUKUN (SUDUT) YAMANI

Berkaitan dengan rukun Yamani, yang shahih dan terdapat dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengusapnya dengan tangan, tidak ada sunnah yang lainnya. Dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

مَا تَرَكْتُ اسْتِلَامَ هَذَيْنِ الرُّكْنَيْنِ الْيَمَانِيَ، وَالْحَجَرَ، مُذْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَلِمُهُمَا، فِي شِدَّةٍ وَلَا رَخَاءٍ

“Aku tidak pernah meninggalkan meraba kedua sudut ini, yaitu sudut Yamani dan sudut Hajar Aswad, sejak aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusapnya, baik dalam keadaan sempit (kesulitan) maupun dalam keadaan lapang (longgar).” (HR. Muslim no. 1268)

Adapun mencium rukun Yamani atau menempelkan pipi ke rukun Yamani, terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan hal itu, akan tetapi riwayat-riwayat hadits tersebut tidak shahih, dan sebagiannya adalah hadits munkar. (Lihat Al-I’laam bi ‘Ibaadaatin lam Tatsbut ‘anil Musthafa ‘alaihis shalatu was salaam, hal. 178)

Ibnul Hajj rahimahullah berkata, “ … dan waspadalah dari perbuatan sebagian orang, mereka mencium rukun Yamani sebagaimana mereka mencium hajar aswad. Adapun yang sunnah adalah mengusap rukun Yamani dengan tangan, bukan dengan mulut … “ (Al-Madkhal, 4/224)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Mencium rukun Yamani tidaklah valid dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibadah itu jika tidak terdapat dalil shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka perbuatan itu adalah bid’ah, bukan taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala).” (Majmu’ Fataawa wa Rasail Ibnu ‘Utsaimin, 22/398)








semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

MAKNA ISLAM

MAKNA ISLAM

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah

Islam maknanya,

الاستسلام لله بالتوحيد، والانقياد له بالطاعة، إذلالا وخضوعا

“berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, dan taat serta patuh kepada-Nya, dengan penuh ketundukan dan perendahan diri”

Demikianlah makna Islam. Jika seseorang berkata, أسلم فلان لفلان (aslama fulanun li fulanin), artinya fulan tunduk dan patuh kepada si fulan serta menuruti apa yang diinginkannya. Maka berislam maknya menundukkan diri kepada Allah dan taat kepada-Nya dengan mentauhidkan-Nya, memurnikan amalan hanya untuk-Nya, menaati perintah-perintah-Nya, dan meninggalkan larangan-larangannya. Inilah Islam. Allah Ta’ala berfirman,

إنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

“sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam” (QS. Al Imran: 19).

Dan orang yang masuk Islam disebut Muslim, karena ia patuh kepada Allah, tunduh dan taat kepada-Nya dengan melakukan apa yang Allah perintahkan dan meninggalkan apa yang Allah larang.

Dan kata “Islam” mencakup semua apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti: shalat, puasa, haji, iman dan selainnya. Semua ini bisa dinamakan Islam. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu, dan telah kusempurnakan bagimu nikmat dari-Ku, dan Aku telah ridha Islam sebagai agamamu” (QS. Al Maidah: 3).

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima. Dan ia kelak di akhirat akan menjadi orang yang merugi” (QS. Al Imran: 85).

Maka seorang Muslim adalah yang taat kepada Allah dalam perkataannya, amalannya dan keyakinannya. Dan Islam adalah menaati perintah Allah, berserah diri kepada-Nya, tunduk kepada perintah-Nya dalam semua sisi.







semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

SIBUK DENGAN BERITA POLITIK

SIBUK DENGAN BERITA POLITIK

Akhi … kenapa hari-harimu cuma ingin mengurus capres A dan capres B, padahal berita politik tidaklah jelas.

Akhi … bukankah engkau tahu bahwa dalam politik itu ingin saling menjatuhkan satu dan lain.

Akhi … bukankah engkau tahu bahwa dalam politik tidak ada kawan sejati dan tidak ada musuh abadi.

Akhi … jangan terlalu memforsir usahamu untuk terus menelusurui berita politik.

Engkau tahu demikian, namun kerjaanmu setiap harinya hanya menelusuri terus berita capres A dan capres B, itu pun engkau tidak bisa menemukan manakah yang benar dari berita-berita yang ada.

Kenapa engkau terlalu sibuk dengan berita yang hanya berlandas “katanya”?

Padahal Allah membenci seperti itu sebagaimana kata hadits,

وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ

“Allah tidak menyukai qiila wa qool (berkata hanya berlandaskan ‘katanya’)” (HR. Muslim no. 1715, dari Abu Hurairah).

Qiila wa qool kata Ibnu Katsir, maksudnya adalah, “Banyak bicara tentang perkataan orang lain namun (1) tanpa kroscek, (2) tanpa memastikan, (3) tanpa mencari kejelesan.” (Tafsir Surat An Nisaa’ ayat 82).

Prasangka pun berbahaya, yaa akhi …

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ

“Hati-hatilah dengan prasangka karena itu adalah pembicaraan yang paling dusta.” (Muttafaqun ‘alaih)

Diam lebih baik daripada banyak ngomong …





semogaga menjadi jalan kebaikan

UNTUK SAUDARAKU YANG TERTIMBA MUSIBAH

UNTUK SAUDARAKU YANG TERTIMBA MUSIBAH

Banyak orang yang menghadapi musibah dengan cara-cara yang justru menimbulkan musibah baru! Sebagian lagi ada yang stress berat, sehingga bermata gelap! Alih-alih menyelesaikan masalah, kenyataannya malah justru menambah masalah, dengan melakukan berbagai kemungkaran dan kezaliman, karena menuruti kemarahannya. Misalnya, ia melampiaskan kesedihannya dengan membunuh, mencuri dan merusak barang orang lain tanpa alasan yang hak! Padahal itu bukan jalan keluar, camkanlah!

Sebagian lagi ada yang putus asa, memilih bunuh diri sebagai ‘jalan keluarnya’, padahal sesampai di alam kubur, bukan malah selesai masalahnya. Justru dia terancam mendapatkan musibah yang lebih besar, yaitu siksa!

Ada pula yang memprovokasi manusia untuk melakukan makar dan pengrusakan. Yang lainnya, terus menggerutu dan berkeluh kesah, semua ditumpahkan di berbagai media sosial, apakah itu solusi?? Tentu tidak! Malah memperluas masalah, orang yang gak tahu jadi tahu aib orang lain, akhirnya ghibah rame-rame!

“Daripada sibuk menggerutu karena lampu mati, ambillah kursi, lalu gantilah lampu tersebut! Toh dengan menggerutu lampu tetap padam!”

Namun, masih ada orang yang dengan taufik Allah, tegar di tengah-tengah gelombang musibah yang silih berganti,sembari mengatakan :

إِنِّي لَأُصَابُ بِالْمُصِيبَةِ فَأَحْمَدُ اللهَ عَلَيْهَا أَرْبَعَ مَرَّاتٍ

Sesungguhnya saya memuji Allah atas musibah yang menimpaku dengan empat pujian,

أَحْمَدُهُ إِذْ لَمْ تَكُنْ أَعْظَمَ مِمَّا هِيَ

(Pertama) saya memuji-Nya, karena musibah yang menimpaku tidak lebih besar dari kenyataannya sekarang yang sedang saya rasakan,

وَأَحْمَدُهُ إِذْ رَزَقَنِيَ الصَّبْرَ عَلَيْهَا

(Kedua) dan sayapun memuji-Nya, karena Dia telah menganugerahkan kesabaran kepadaku dalam menghadapinya,

وَأَحْمَدُهُ إِذْ وَفَّقَنِي لِلِاسْتِرْجَاعِ لِمَا أَرْجُو فِيهِ مِنَ الثَّوَابِ

(Ketiga) demikian pula saya memuji-Nya, karena Dia telah menganugerahkan kepadaku taufik untuk bisa mengatakan : ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’, dengan maksud mengharap pahala

وَأَحْمَدُهُ إِذْ لَمْ يَجْعَلْهَا فِي دِينِي

(Keempat) dan saya memuji-Nya, karena tidak menjadikan musibah itu mengenai agamaku!

(Ucapan Syuraih Al-Qodhi dalam Syu’abul Iman lil Baihaqi 9507).

Itulah sikap baik seorang Mukmin ketika tertimpa musibah!

Barangsiapa yang mendapatkan taufik Allah saat mendapatkan musibah,dengan cara merealisasikan empat pedoman hidup di atas ,sembari memuji Allah, maka musibah yang menimpanya menjadi kebaikan dan keberkahan baginya, dan sesungguhnya dalam kamus hidup seorang Mukmin, semua urusannya adalah kebaikan baginya.

Bagi seorang Mukmin, tertimpa musibah dan mendapatkan kesenangan adalah sama-sama baik akibatnya, karena keduanya merupakan ujian. Sebagaimana suatu musibah, jika dihadapi dengan sabar, itu adalah kebaikan dan sebab pahala. Maka demikian pula kesenangan, jika dihadapi dengan syukur, itu juga kebaikan yang diiringi pahala.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR.Muslim, shahih).







semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Berdiri Lama Ketika Mencium Hajar Aswad

Berdiri Lama Ketika Mencium Hajar Aswad

Yang disyariatkan dan terdapat dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkenaan dengan hajar aswad adalah:

Pertama, mencium hajar aswad

Dari sahabat ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata ketika mencium hajar aswad,

“Demi Allah, aku sungguh-sungguh menciummu. Dan sesungguhnya aku mengetahui bahwa kamu ini hanyalah batu (biasa), tidak bisa mendatangkan bahaya, tidak bisa pula mendatangkan manfaat. Kalaulah bukan karena aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, tentu aku tidak akan menciummu.” (HR. Bukhari no. 1610 dan Muslim no. 1270)

Ke dua, mengusap hajar aswad dengan tangan

Dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

“Aku tidak pernah meninggalkan meraba kedua sudut ini, yaitu sudut Yamani dan sudut Hajar Aswad, sejak aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusapnya, baik dalam keadaan sempit (kesulitan) maupun dalam keadaan lapang (longgar).” (HR. Muslim no. 1268)

Ke tiga, mencium tangan setelah mengusap hajar aswad

Diriwayatkan dari Nafi’, beliau berkata,

“Aku melihat Ibnu ‘Umar mengusap hajar aswad dengan tangannya, kemudian mencium tangannya. Ibnu ‘Umar berkata, “Aku tidak pernah meninggalkannya sejak aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya.” (HR. Muslim no. 1268)

Ke empat, berisyarat (dengan tangan atau tongkat) ke hajar aswad dan bertakbir jika tidak memungkinkan untuk baik mencium atau mengusap hajar aswad

Diriwayatkan dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan thawaf di baitullah (ka’bah) di atas untanya. Setiap kali beliau melewati ar-rukun (hajar aswad), beliau berisyarat kepadanya dengan sesuatu yang ada pada beliau, lalu bertakbir.” (HR. Bukhari no. 1613)

Adapun berhenti lama untuk berdoa atau berdiri lama untuk mencium hajar aswad, maka hal ini tidaklah disyariatkan. Meskipun diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan disyariatkannya hal tersebut, akan tetapi haditsnya dha’if.

Dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap Hajar Aswad, kemudian meletakkan kedua bibirnya kepadanya dan beliau menangis lama sekali. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling, dan beliau menjumpai ‘Umar bin Khaththab juga menangis. Beliau berkata, ‘Wahai Umar, di sinilah ditumpahkan air mata.’” (HR. Ibnu Majah no. 2945)

Hadits ini dha’if jiddan (sangat lemah sekali), karena di dalamnya sanadnya terdapat perawi bernama Muhammad bin ‘Aun Al-Khurasani, dan dia matruuk. (Lihat Silsilah Al-Ahaadits Adh-Dha’ifah no. 1022)

Selain menyelisihi sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, berdiri lama ketika menyentuh atau mencium hajar aswad juga termasuk perbuatan menyakiti kaum mulsimin yang juga sedang thawaf sehingga akan menyusahkan mereka.

Syaikh Muhammad bin Shalih ‘Al-Utsaimin rahimahullahu Ta’ala ditanya, “Apa hukum berhenti di garis hitam yang dibuat lurus ke arah hajar aswad dan berdoa lama di sana?”






Semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Allah Sangat Sayang kepada Hamba-Nya Melebihi Kasih Sayang Ibu

Allah Sangat Sayang kepada Hamba-Nya Melebihi Kasih Sayang Ibu

Seorang hamba harus mengenal Rabb-nya, harus mengenal Allah, agar ia cinta kepada Allah dan Allah cinta kepadanya. Perlu diketahui dari salah satu sifat Allah bahwa Allah sangat sayang kepada hamba-Nya melebihi kasih sayang ibu kepada anaknya. Kita sangat tahu bagaimana kasih sayang seorang ibu kepada anaknya yang mungkin tidak ada tandingannya di dunia ini, akan tetapi kita sangat perlu tahu bahwa kasih sayang Allah melebihi itu semua.

Perhatikan hadits berikut, Dari Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu , beliau menuturkan:

ﻗﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺳﺒﻲ، ﻓﺈﺫﺍ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﺒﻲ ﻗﺪ ﺗﺤﻠﺐ ﺛﺪﻳﻬﺎ ﺗﺴﻘﻲ، ﺇﺫﺍ ﻭﺟﺪﺕ ﺻﺒﻴﺎً ﻓﻲ
ﺍﻟﺴﺒﻲ ﺃﺧﺬﺗﻪ، ﻓﺄﻟﺼﻘﺘﻪ ﺑﺒﻄﻨﻬﺎ ﻭﺃﺭﺿﻌﺘﻪ، ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻨﺎ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : (ﺃﺗﺮﻭﻥ ﻫﺬﻩ ﻃﺎﺭﺣﺔ ﻭﻟﺪﻫﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ ). ﻗﻠﻨﺎ: ﻻ، ﻭﻫﻲ ﺗﻘﺪﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻻ ﺗﻄﺮﺣﻪ، ﻓﻘﺎﻝ: (ﻟﻠﻪ ﺃﺭﺣﻢ ﺑﻌﺒﺎﺩﻩ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺑﻮﻟﺪﻫﺎ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kedatangan rombongan tawanan perang. Di tengah-tengah rombongan itu ada seorang ibu yang sedang mencari-cari bayinya.

Tatkala dia berhasil menemukan bayinya di antara tawanan itu, maka dia pun memeluknya erat-erat ke tubuhnya dan menyusuinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada kami,
“Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?”

Kami menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Apabila seorang Ibu tersebut tidak tega melempar anaknya ke dalam api, maka Allah tentu lebih tidak tega lagi melempar dan mencampakkan hamba-Nya ke dalam api neraka, akan tetapi apa yang terjadi? Hamba tersebut tidak mau mengenal Allah, tidak peduli kepada Allah dan agama-Nya, bahkan ia lari jauh dari Allah. Bagaimana Allah bisa sayang kepada hamba tersebut?

Kita diperintahkan untuk mengenal Allah dan “lari” menuju Allah. Allah berfirman,

فَفِرُّوا إِلَى اللهِ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ

“Maka segera berlarilah kalian (kembali) menuju Allah. Sungguh aku (Rasul) seorang pemberi peringatan yang nyata dari-Nya bagi kalian.” (adz-Dzaariyaat: 50)








 semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Demam Yang dirasakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam 2 Kali Lipat

Demam Yang dirasakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam 2 Kali Lipat

Apabila demam yang dirasakan oleh manusia itu suhunya sekitar 38,5-40 derajat celcius, maka demam yang dirasakan oleh Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam adalah dua kali lipatnya yaitu sekitar 77-80 derajat celcius, suhu air yang hampir mendidih dan panas. Sebagai gambarannya, seorang sahabat beliau yang mulia, Abu Sa’id Al-Khudri meletakkan tangannya di atas selimut beliau dan mendapati panasnya demam beliau. Perhatikan hadits berikut.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu berkata,

دخلت على النبي صلى الله عليه وسلم وهو يوعك، فوضعت يدي عليه فوجدت حره بين يدي فوق اللحاف، فقلت: يا رسول الله، ما أشدها عليك! قال: إنا كذلك يضاعف لنا البلاء ويضاعف لنا الأجر، قلت: يا رسول الله، أي الناس أشد بلاءً؟ قال: الأنبياء، قلت: يا رسول الله، ثم من؟ قال: ثم الصالحون، إن كان أحدهم ليبتلى بالفقر حتى ما يجد أحدهم إلا العباءة يحويها، وإن كان أحدهم ليفرح بالبلاء كما يفرح أحدكم بالرخاء

“Aku pernah mengunjungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang saat itu sedang sakit. Kemudian Aku letakkan tanganku di atas selimut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku dapati panasnya (sangat panas karena yang disentuh adalah selimutnya, bukan badannya, pent).

Aku berkata, “wahai Rasulullah, betapa beratnya demam ini!”

Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya kami para nabi, diberi ujian yang sangat berat, sehingga pahala kami dilipat gandakan.”

Abu Said pun bertanya, ‘wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab;

“Para nabi, kemudian orang shaleh. Sungguh ada diantara mereka yang diuji dengan kemiskinan, sehingga harta yang dimiliki tinggal baju yang dia gunakan. Sungguh para nabi dan orang shaleh itu, lebih bangga dengan ujian yang dideritanya, melebihi kegembiraan kalian ketika mendapat rezeki.”[1]

Secara umum beliau merasakan sakit dua kali lipatnya ketika terkena penyakit. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu dia berkata: Aku pernah menjenguk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika sakit, sepertinya beliau sedang merasakan rasa sakit yang parah. Maka aku berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ لَتُوعَكُ وَعْكًا شَدِيدًا؟ قَالَ: «أَجَلْ، إِنِّي أُوعَكُ كَمَا يُوعَكُ رَجُلاَنِ مِنْكُمْ» قُلْتُ: ذَلِكَ أَنَّ لَكَ أَجْرَيْنِ؟ قَالَ: «أَجَلْ، ذَلِكَ كَذَلِك

“Sepertinya anda sedang merasakan rasa sakit yang amat berat”, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “iya benar, aku sakit sebagimana rasa sakit dua orang kalian (dua kali lipat)”, aku berkata, “oleh karena itukah anda mendapatkan pahala dua kali lipat.” Beliau menjawab, “Benar, karena hal itu”. [2]

Demikianlah ujian dan cobaan yang dirasakan oleh Nabi kita yang mulia shallallahu alahi wa sallam. Hal ini semua untuk meningkatkan derajat para nabi



 Semoga menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Hindari Mempersilahkan Orang Lain Mengisi Shaf Depan Dalam Shalat!

Hindari Mempersilahkan Orang Lain Mengisi Shaf Depan Dalam Shalat!

Maksudnya adalah hindari mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah. Sebagaimana kita ketahui bahwa shalat adalah ibadah dan shaf yang terdepan memiliki keutamaan, jadi sudah selayaknya kita berlomba-lomba mengisi shaf terdepan. Tidak mempersilahkan orang lain mengisi shaf terdepan, tetapi kitalah yang segera mengisi shaf tersebut.

Shaf depan memiliki keutamaan yang tinggi, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ تَعْلَمُونَ أَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ لَكَانَتْ قُرْعَةً

“Seandainya kalian atau mereka mengetahui keutamaan yang terdapat pada shaf yang terdepan, niscaya akan menjadi undian”1.

Beliau juga bersabda,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصُّفُوفِ الْمُتَقَدِّمَةِ

“Allah dan para malaikatnya bershalawat pada orang-orang yang berada di shaf terdepan”2.

Makruh mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah
Ini yang dikenal dengan kaidah yang dijelaskan ulama,

الإيثار في القرب مكروه وفي غيرها محبوب

“Mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah adalah makruh, sedangkan dalam masalah lainnya (masalah dunia) disukai”

Atau kadiah dengan redaksi ini,

القُرُبَاتُ لَيْسَتْ مَحَلاًّ لِلْإِيْثَارِ

“Tidak mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah”

Syaikh ‘Izziddin rahimahullah berkata,

لا إيثار في القربات فلا إيثار بماء الطهارة و لا بستر العورة و لا بالصف الأول لأن الغرض بالعبادات

“Tidak boleh mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah (iitsar), maka tidak boleh iitsar dalam menggunakan air untuk thaharah, menutup aurat dan menempati shaf terdepan karena tujuannya adalah ibadah.”3.

Contoh lainnya:

Jika ada air yang hanya cukup bagi dia untuk berwudhu, maka dia memakainya dan hendaknya tidak diberikan pada yang lainnya, yang lain silahkan bertayamum
Jika hanya ada kain untuk menutup aurat, maka dia yang memakainya, hendaknya jangan diberikan kepada yang lainnya.

Masalah dunia dianjurkan mendahulukan orang lain

Ini merupakan puncak akhlak seseorang, karena seseorang itu cenderung suka mementingkan diri sendiri baru orang lain. Allah Ta’ala memerintahkan agar kita meniru kaum Anshar yang mendahulukan kaum Muhajirin diatas kepentingan mereka walaupun mereka juga membutuhkan hal tersebut.

Allah Ta’ala berfirman,

وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ

 “Mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka sendiri sangat membutuhkan/dalam kesusahan” (Al-Hasyr: 9).






semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Inilah Keutamaan-keutamaan Bulan Dzulhijjah

Inilah Keutamaan-keutamaan Bulan Dzulhijjah

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر. قالوا ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله ولم يرجع من ذالك بشيء. (رواه البخاري)

“Tidak ada hari yang amal shalih lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari yang sepuluh ini (10 awal Dzulhijjah –pen).” Para sahabat bertanya: “Apakah lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah ?” Beliau bersabda, “Iya. Lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah, kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan harta dan jiwa raganya kemudian dia tidak pernah kembali lagi (mati syahid –pen).” (HR. Al Bukhari)

Ibnu Rajab Al Hanbaly berkata:

وإذا كان أحب إلى الله فهو أفضل عنده

“Apabila sesuatu itu lebih dicintai oleh Allah, maka sesuatu tersebut lebih afdhal di sisi-Nya.”









 Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Orang Cerdas Tidak Melewatkan Kesempatan Emas Di Bulan Dzulhijjah

|| Orang Cerdas Tidak Melewatkan Kesempatan Emas Di Bulan Dzulhijjah ||

Para pembaca…semoga Anda selalu dalam keadaan sehat, penuh iman.

Termasuk tingkat kejeniusan yang sangat tinggi adalah mengenal kesempatan-kesempatan emas, waktu-waktu berharga, keadaan-keadaan penting yang disebutkan di dalam syariat Islam berdasarkan Al Quran dan hadits shahih, dan tidak membiarkan kesempatan, waktu dan keadaan tersebut terbuang percuma tanpa diisi dengan amal shalih.

Termasuk di dalamnya KESEMPATAN EMAS DI BULAN DZULHIJJAH!!!

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

Artinya: “Tiada hari-hari yang amal shalih di dalamnya lebih dicintai Allah daripada hari-hari ini”. yakni 10 hari pertama dari bulan Dzulhijjah, mereka (para shahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah, dan tidak juga berjihad di jalan Allah (lebih utama darinya)?”, beliau bersabda: “Dan tidak juga berjihad di jalan Allah (lebih utama darinya), kecuali seseorang yang berjuang dengan dirinya dan hartanya lalu ia tidak kembali dengan apapun”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ الْعَمَلِ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ”.

Artinya: “Tiada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan yang lebih ia cintai untuk beramal di dalamnya daripada 10 hari ini, maka perbanyaklah membaca tahlil, takbir, dan tahmid di dalamnya”. (HR. Ahmad dan di shahihkan oleh Al Mundziry dan Ahmad Syakir tetapi dilemahkan oleh Al Albani di dalam kitab Dha’ih At Targhib wa At Tarhib, 744)

Abu Qatadah Al Anshari radhiyallahu ‘anhu berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». رواه مسلم

Artinya: Bahwa Rasulullah ditanya tentang puasa Hari Arafah: “Menghapuskan (dosa-dosa) setahun lalu dan setahun yang akan datang”. (HR. Muslim)

Dari Hadits-hadits di atas dianjurkan untuk memperbanyak amal shalih di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, seperti; Menunaikan haji dan umrah, berpuasa, berkurban, bertakbir, bertahmid dan bertasbih serta bertahlil, serta amal shalih lainnya.







semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum