About

MENCIUM DAN MENEMPELKAN PIPI KE RUKUN (SUDUT) YAMANI

MENCIUM DAN MENEMPELKAN PIPI KE RUKUN (SUDUT) YAMANI

Berkaitan dengan rukun Yamani, yang shahih dan terdapat dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengusapnya dengan tangan, tidak ada sunnah yang lainnya. Dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

مَا تَرَكْتُ اسْتِلَامَ هَذَيْنِ الرُّكْنَيْنِ الْيَمَانِيَ، وَالْحَجَرَ، مُذْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَلِمُهُمَا، فِي شِدَّةٍ وَلَا رَخَاءٍ

“Aku tidak pernah meninggalkan meraba kedua sudut ini, yaitu sudut Yamani dan sudut Hajar Aswad, sejak aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusapnya, baik dalam keadaan sempit (kesulitan) maupun dalam keadaan lapang (longgar).” (HR. Muslim no. 1268)

Adapun mencium rukun Yamani atau menempelkan pipi ke rukun Yamani, terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan hal itu, akan tetapi riwayat-riwayat hadits tersebut tidak shahih, dan sebagiannya adalah hadits munkar. (Lihat Al-I’laam bi ‘Ibaadaatin lam Tatsbut ‘anil Musthafa ‘alaihis shalatu was salaam, hal. 178)

Ibnul Hajj rahimahullah berkata, “ … dan waspadalah dari perbuatan sebagian orang, mereka mencium rukun Yamani sebagaimana mereka mencium hajar aswad. Adapun yang sunnah adalah mengusap rukun Yamani dengan tangan, bukan dengan mulut … “ (Al-Madkhal, 4/224)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Mencium rukun Yamani tidaklah valid dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibadah itu jika tidak terdapat dalil shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka perbuatan itu adalah bid’ah, bukan taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala).” (Majmu’ Fataawa wa Rasail Ibnu ‘Utsaimin, 22/398)








semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

MAKNA ISLAM

MAKNA ISLAM

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah

Islam maknanya,

الاستسلام لله بالتوحيد، والانقياد له بالطاعة، إذلالا وخضوعا

“berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, dan taat serta patuh kepada-Nya, dengan penuh ketundukan dan perendahan diri”

Demikianlah makna Islam. Jika seseorang berkata, أسلم فلان لفلان (aslama fulanun li fulanin), artinya fulan tunduk dan patuh kepada si fulan serta menuruti apa yang diinginkannya. Maka berislam maknya menundukkan diri kepada Allah dan taat kepada-Nya dengan mentauhidkan-Nya, memurnikan amalan hanya untuk-Nya, menaati perintah-perintah-Nya, dan meninggalkan larangan-larangannya. Inilah Islam. Allah Ta’ala berfirman,

إنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

“sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam” (QS. Al Imran: 19).

Dan orang yang masuk Islam disebut Muslim, karena ia patuh kepada Allah, tunduh dan taat kepada-Nya dengan melakukan apa yang Allah perintahkan dan meninggalkan apa yang Allah larang.

Dan kata “Islam” mencakup semua apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti: shalat, puasa, haji, iman dan selainnya. Semua ini bisa dinamakan Islam. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu, dan telah kusempurnakan bagimu nikmat dari-Ku, dan Aku telah ridha Islam sebagai agamamu” (QS. Al Maidah: 3).

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima. Dan ia kelak di akhirat akan menjadi orang yang merugi” (QS. Al Imran: 85).

Maka seorang Muslim adalah yang taat kepada Allah dalam perkataannya, amalannya dan keyakinannya. Dan Islam adalah menaati perintah Allah, berserah diri kepada-Nya, tunduk kepada perintah-Nya dalam semua sisi.







semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

SIBUK DENGAN BERITA POLITIK

SIBUK DENGAN BERITA POLITIK

Akhi … kenapa hari-harimu cuma ingin mengurus capres A dan capres B, padahal berita politik tidaklah jelas.

Akhi … bukankah engkau tahu bahwa dalam politik itu ingin saling menjatuhkan satu dan lain.

Akhi … bukankah engkau tahu bahwa dalam politik tidak ada kawan sejati dan tidak ada musuh abadi.

Akhi … jangan terlalu memforsir usahamu untuk terus menelusurui berita politik.

Engkau tahu demikian, namun kerjaanmu setiap harinya hanya menelusuri terus berita capres A dan capres B, itu pun engkau tidak bisa menemukan manakah yang benar dari berita-berita yang ada.

Kenapa engkau terlalu sibuk dengan berita yang hanya berlandas “katanya”?

Padahal Allah membenci seperti itu sebagaimana kata hadits,

وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ

“Allah tidak menyukai qiila wa qool (berkata hanya berlandaskan ‘katanya’)” (HR. Muslim no. 1715, dari Abu Hurairah).

Qiila wa qool kata Ibnu Katsir, maksudnya adalah, “Banyak bicara tentang perkataan orang lain namun (1) tanpa kroscek, (2) tanpa memastikan, (3) tanpa mencari kejelesan.” (Tafsir Surat An Nisaa’ ayat 82).

Prasangka pun berbahaya, yaa akhi …

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ

“Hati-hatilah dengan prasangka karena itu adalah pembicaraan yang paling dusta.” (Muttafaqun ‘alaih)

Diam lebih baik daripada banyak ngomong …





semogaga menjadi jalan kebaikan

UNTUK SAUDARAKU YANG TERTIMBA MUSIBAH

UNTUK SAUDARAKU YANG TERTIMBA MUSIBAH

Banyak orang yang menghadapi musibah dengan cara-cara yang justru menimbulkan musibah baru! Sebagian lagi ada yang stress berat, sehingga bermata gelap! Alih-alih menyelesaikan masalah, kenyataannya malah justru menambah masalah, dengan melakukan berbagai kemungkaran dan kezaliman, karena menuruti kemarahannya. Misalnya, ia melampiaskan kesedihannya dengan membunuh, mencuri dan merusak barang orang lain tanpa alasan yang hak! Padahal itu bukan jalan keluar, camkanlah!

Sebagian lagi ada yang putus asa, memilih bunuh diri sebagai ‘jalan keluarnya’, padahal sesampai di alam kubur, bukan malah selesai masalahnya. Justru dia terancam mendapatkan musibah yang lebih besar, yaitu siksa!

Ada pula yang memprovokasi manusia untuk melakukan makar dan pengrusakan. Yang lainnya, terus menggerutu dan berkeluh kesah, semua ditumpahkan di berbagai media sosial, apakah itu solusi?? Tentu tidak! Malah memperluas masalah, orang yang gak tahu jadi tahu aib orang lain, akhirnya ghibah rame-rame!

“Daripada sibuk menggerutu karena lampu mati, ambillah kursi, lalu gantilah lampu tersebut! Toh dengan menggerutu lampu tetap padam!”

Namun, masih ada orang yang dengan taufik Allah, tegar di tengah-tengah gelombang musibah yang silih berganti,sembari mengatakan :

إِنِّي لَأُصَابُ بِالْمُصِيبَةِ فَأَحْمَدُ اللهَ عَلَيْهَا أَرْبَعَ مَرَّاتٍ

Sesungguhnya saya memuji Allah atas musibah yang menimpaku dengan empat pujian,

أَحْمَدُهُ إِذْ لَمْ تَكُنْ أَعْظَمَ مِمَّا هِيَ

(Pertama) saya memuji-Nya, karena musibah yang menimpaku tidak lebih besar dari kenyataannya sekarang yang sedang saya rasakan,

وَأَحْمَدُهُ إِذْ رَزَقَنِيَ الصَّبْرَ عَلَيْهَا

(Kedua) dan sayapun memuji-Nya, karena Dia telah menganugerahkan kesabaran kepadaku dalam menghadapinya,

وَأَحْمَدُهُ إِذْ وَفَّقَنِي لِلِاسْتِرْجَاعِ لِمَا أَرْجُو فِيهِ مِنَ الثَّوَابِ

(Ketiga) demikian pula saya memuji-Nya, karena Dia telah menganugerahkan kepadaku taufik untuk bisa mengatakan : ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’, dengan maksud mengharap pahala

وَأَحْمَدُهُ إِذْ لَمْ يَجْعَلْهَا فِي دِينِي

(Keempat) dan saya memuji-Nya, karena tidak menjadikan musibah itu mengenai agamaku!

(Ucapan Syuraih Al-Qodhi dalam Syu’abul Iman lil Baihaqi 9507).

Itulah sikap baik seorang Mukmin ketika tertimpa musibah!

Barangsiapa yang mendapatkan taufik Allah saat mendapatkan musibah,dengan cara merealisasikan empat pedoman hidup di atas ,sembari memuji Allah, maka musibah yang menimpanya menjadi kebaikan dan keberkahan baginya, dan sesungguhnya dalam kamus hidup seorang Mukmin, semua urusannya adalah kebaikan baginya.

Bagi seorang Mukmin, tertimpa musibah dan mendapatkan kesenangan adalah sama-sama baik akibatnya, karena keduanya merupakan ujian. Sebagaimana suatu musibah, jika dihadapi dengan sabar, itu adalah kebaikan dan sebab pahala. Maka demikian pula kesenangan, jika dihadapi dengan syukur, itu juga kebaikan yang diiringi pahala.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR.Muslim, shahih).







semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Berdiri Lama Ketika Mencium Hajar Aswad

Berdiri Lama Ketika Mencium Hajar Aswad

Yang disyariatkan dan terdapat dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkenaan dengan hajar aswad adalah:

Pertama, mencium hajar aswad

Dari sahabat ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata ketika mencium hajar aswad,

“Demi Allah, aku sungguh-sungguh menciummu. Dan sesungguhnya aku mengetahui bahwa kamu ini hanyalah batu (biasa), tidak bisa mendatangkan bahaya, tidak bisa pula mendatangkan manfaat. Kalaulah bukan karena aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, tentu aku tidak akan menciummu.” (HR. Bukhari no. 1610 dan Muslim no. 1270)

Ke dua, mengusap hajar aswad dengan tangan

Dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

“Aku tidak pernah meninggalkan meraba kedua sudut ini, yaitu sudut Yamani dan sudut Hajar Aswad, sejak aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusapnya, baik dalam keadaan sempit (kesulitan) maupun dalam keadaan lapang (longgar).” (HR. Muslim no. 1268)

Ke tiga, mencium tangan setelah mengusap hajar aswad

Diriwayatkan dari Nafi’, beliau berkata,

“Aku melihat Ibnu ‘Umar mengusap hajar aswad dengan tangannya, kemudian mencium tangannya. Ibnu ‘Umar berkata, “Aku tidak pernah meninggalkannya sejak aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya.” (HR. Muslim no. 1268)

Ke empat, berisyarat (dengan tangan atau tongkat) ke hajar aswad dan bertakbir jika tidak memungkinkan untuk baik mencium atau mengusap hajar aswad

Diriwayatkan dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan thawaf di baitullah (ka’bah) di atas untanya. Setiap kali beliau melewati ar-rukun (hajar aswad), beliau berisyarat kepadanya dengan sesuatu yang ada pada beliau, lalu bertakbir.” (HR. Bukhari no. 1613)

Adapun berhenti lama untuk berdoa atau berdiri lama untuk mencium hajar aswad, maka hal ini tidaklah disyariatkan. Meskipun diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan disyariatkannya hal tersebut, akan tetapi haditsnya dha’if.

Dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap Hajar Aswad, kemudian meletakkan kedua bibirnya kepadanya dan beliau menangis lama sekali. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling, dan beliau menjumpai ‘Umar bin Khaththab juga menangis. Beliau berkata, ‘Wahai Umar, di sinilah ditumpahkan air mata.’” (HR. Ibnu Majah no. 2945)

Hadits ini dha’if jiddan (sangat lemah sekali), karena di dalamnya sanadnya terdapat perawi bernama Muhammad bin ‘Aun Al-Khurasani, dan dia matruuk. (Lihat Silsilah Al-Ahaadits Adh-Dha’ifah no. 1022)

Selain menyelisihi sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, berdiri lama ketika menyentuh atau mencium hajar aswad juga termasuk perbuatan menyakiti kaum mulsimin yang juga sedang thawaf sehingga akan menyusahkan mereka.

Syaikh Muhammad bin Shalih ‘Al-Utsaimin rahimahullahu Ta’ala ditanya, “Apa hukum berhenti di garis hitam yang dibuat lurus ke arah hajar aswad dan berdoa lama di sana?”






Semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Allah Sangat Sayang kepada Hamba-Nya Melebihi Kasih Sayang Ibu

Allah Sangat Sayang kepada Hamba-Nya Melebihi Kasih Sayang Ibu

Seorang hamba harus mengenal Rabb-nya, harus mengenal Allah, agar ia cinta kepada Allah dan Allah cinta kepadanya. Perlu diketahui dari salah satu sifat Allah bahwa Allah sangat sayang kepada hamba-Nya melebihi kasih sayang ibu kepada anaknya. Kita sangat tahu bagaimana kasih sayang seorang ibu kepada anaknya yang mungkin tidak ada tandingannya di dunia ini, akan tetapi kita sangat perlu tahu bahwa kasih sayang Allah melebihi itu semua.

Perhatikan hadits berikut, Dari Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu , beliau menuturkan:

ﻗﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺳﺒﻲ، ﻓﺈﺫﺍ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﺒﻲ ﻗﺪ ﺗﺤﻠﺐ ﺛﺪﻳﻬﺎ ﺗﺴﻘﻲ، ﺇﺫﺍ ﻭﺟﺪﺕ ﺻﺒﻴﺎً ﻓﻲ
ﺍﻟﺴﺒﻲ ﺃﺧﺬﺗﻪ، ﻓﺄﻟﺼﻘﺘﻪ ﺑﺒﻄﻨﻬﺎ ﻭﺃﺭﺿﻌﺘﻪ، ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻨﺎ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : (ﺃﺗﺮﻭﻥ ﻫﺬﻩ ﻃﺎﺭﺣﺔ ﻭﻟﺪﻫﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ ). ﻗﻠﻨﺎ: ﻻ، ﻭﻫﻲ ﺗﻘﺪﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻻ ﺗﻄﺮﺣﻪ، ﻓﻘﺎﻝ: (ﻟﻠﻪ ﺃﺭﺣﻢ ﺑﻌﺒﺎﺩﻩ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺑﻮﻟﺪﻫﺎ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kedatangan rombongan tawanan perang. Di tengah-tengah rombongan itu ada seorang ibu yang sedang mencari-cari bayinya.

Tatkala dia berhasil menemukan bayinya di antara tawanan itu, maka dia pun memeluknya erat-erat ke tubuhnya dan menyusuinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada kami,
“Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?”

Kami menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Apabila seorang Ibu tersebut tidak tega melempar anaknya ke dalam api, maka Allah tentu lebih tidak tega lagi melempar dan mencampakkan hamba-Nya ke dalam api neraka, akan tetapi apa yang terjadi? Hamba tersebut tidak mau mengenal Allah, tidak peduli kepada Allah dan agama-Nya, bahkan ia lari jauh dari Allah. Bagaimana Allah bisa sayang kepada hamba tersebut?

Kita diperintahkan untuk mengenal Allah dan “lari” menuju Allah. Allah berfirman,

فَفِرُّوا إِلَى اللهِ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ

“Maka segera berlarilah kalian (kembali) menuju Allah. Sungguh aku (Rasul) seorang pemberi peringatan yang nyata dari-Nya bagi kalian.” (adz-Dzaariyaat: 50)








 semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Demam Yang dirasakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam 2 Kali Lipat

Demam Yang dirasakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam 2 Kali Lipat

Apabila demam yang dirasakan oleh manusia itu suhunya sekitar 38,5-40 derajat celcius, maka demam yang dirasakan oleh Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam adalah dua kali lipatnya yaitu sekitar 77-80 derajat celcius, suhu air yang hampir mendidih dan panas. Sebagai gambarannya, seorang sahabat beliau yang mulia, Abu Sa’id Al-Khudri meletakkan tangannya di atas selimut beliau dan mendapati panasnya demam beliau. Perhatikan hadits berikut.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu berkata,

دخلت على النبي صلى الله عليه وسلم وهو يوعك، فوضعت يدي عليه فوجدت حره بين يدي فوق اللحاف، فقلت: يا رسول الله، ما أشدها عليك! قال: إنا كذلك يضاعف لنا البلاء ويضاعف لنا الأجر، قلت: يا رسول الله، أي الناس أشد بلاءً؟ قال: الأنبياء، قلت: يا رسول الله، ثم من؟ قال: ثم الصالحون، إن كان أحدهم ليبتلى بالفقر حتى ما يجد أحدهم إلا العباءة يحويها، وإن كان أحدهم ليفرح بالبلاء كما يفرح أحدكم بالرخاء

“Aku pernah mengunjungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang saat itu sedang sakit. Kemudian Aku letakkan tanganku di atas selimut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku dapati panasnya (sangat panas karena yang disentuh adalah selimutnya, bukan badannya, pent).

Aku berkata, “wahai Rasulullah, betapa beratnya demam ini!”

Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya kami para nabi, diberi ujian yang sangat berat, sehingga pahala kami dilipat gandakan.”

Abu Said pun bertanya, ‘wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab;

“Para nabi, kemudian orang shaleh. Sungguh ada diantara mereka yang diuji dengan kemiskinan, sehingga harta yang dimiliki tinggal baju yang dia gunakan. Sungguh para nabi dan orang shaleh itu, lebih bangga dengan ujian yang dideritanya, melebihi kegembiraan kalian ketika mendapat rezeki.”[1]

Secara umum beliau merasakan sakit dua kali lipatnya ketika terkena penyakit. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu dia berkata: Aku pernah menjenguk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika sakit, sepertinya beliau sedang merasakan rasa sakit yang parah. Maka aku berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ لَتُوعَكُ وَعْكًا شَدِيدًا؟ قَالَ: «أَجَلْ، إِنِّي أُوعَكُ كَمَا يُوعَكُ رَجُلاَنِ مِنْكُمْ» قُلْتُ: ذَلِكَ أَنَّ لَكَ أَجْرَيْنِ؟ قَالَ: «أَجَلْ، ذَلِكَ كَذَلِك

“Sepertinya anda sedang merasakan rasa sakit yang amat berat”, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “iya benar, aku sakit sebagimana rasa sakit dua orang kalian (dua kali lipat)”, aku berkata, “oleh karena itukah anda mendapatkan pahala dua kali lipat.” Beliau menjawab, “Benar, karena hal itu”. [2]

Demikianlah ujian dan cobaan yang dirasakan oleh Nabi kita yang mulia shallallahu alahi wa sallam. Hal ini semua untuk meningkatkan derajat para nabi



 Semoga menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Hindari Mempersilahkan Orang Lain Mengisi Shaf Depan Dalam Shalat!

Hindari Mempersilahkan Orang Lain Mengisi Shaf Depan Dalam Shalat!

Maksudnya adalah hindari mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah. Sebagaimana kita ketahui bahwa shalat adalah ibadah dan shaf yang terdepan memiliki keutamaan, jadi sudah selayaknya kita berlomba-lomba mengisi shaf terdepan. Tidak mempersilahkan orang lain mengisi shaf terdepan, tetapi kitalah yang segera mengisi shaf tersebut.

Shaf depan memiliki keutamaan yang tinggi, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ تَعْلَمُونَ أَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ لَكَانَتْ قُرْعَةً

“Seandainya kalian atau mereka mengetahui keutamaan yang terdapat pada shaf yang terdepan, niscaya akan menjadi undian”1.

Beliau juga bersabda,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصُّفُوفِ الْمُتَقَدِّمَةِ

“Allah dan para malaikatnya bershalawat pada orang-orang yang berada di shaf terdepan”2.

Makruh mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah
Ini yang dikenal dengan kaidah yang dijelaskan ulama,

الإيثار في القرب مكروه وفي غيرها محبوب

“Mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah adalah makruh, sedangkan dalam masalah lainnya (masalah dunia) disukai”

Atau kadiah dengan redaksi ini,

القُرُبَاتُ لَيْسَتْ مَحَلاًّ لِلْإِيْثَارِ

“Tidak mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah”

Syaikh ‘Izziddin rahimahullah berkata,

لا إيثار في القربات فلا إيثار بماء الطهارة و لا بستر العورة و لا بالصف الأول لأن الغرض بالعبادات

“Tidak boleh mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah (iitsar), maka tidak boleh iitsar dalam menggunakan air untuk thaharah, menutup aurat dan menempati shaf terdepan karena tujuannya adalah ibadah.”3.

Contoh lainnya:

Jika ada air yang hanya cukup bagi dia untuk berwudhu, maka dia memakainya dan hendaknya tidak diberikan pada yang lainnya, yang lain silahkan bertayamum
Jika hanya ada kain untuk menutup aurat, maka dia yang memakainya, hendaknya jangan diberikan kepada yang lainnya.

Masalah dunia dianjurkan mendahulukan orang lain

Ini merupakan puncak akhlak seseorang, karena seseorang itu cenderung suka mementingkan diri sendiri baru orang lain. Allah Ta’ala memerintahkan agar kita meniru kaum Anshar yang mendahulukan kaum Muhajirin diatas kepentingan mereka walaupun mereka juga membutuhkan hal tersebut.

Allah Ta’ala berfirman,

وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ

 “Mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka sendiri sangat membutuhkan/dalam kesusahan” (Al-Hasyr: 9).






semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Inilah Keutamaan-keutamaan Bulan Dzulhijjah

Inilah Keutamaan-keutamaan Bulan Dzulhijjah

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر. قالوا ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله ولم يرجع من ذالك بشيء. (رواه البخاري)

“Tidak ada hari yang amal shalih lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari yang sepuluh ini (10 awal Dzulhijjah –pen).” Para sahabat bertanya: “Apakah lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah ?” Beliau bersabda, “Iya. Lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah, kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan harta dan jiwa raganya kemudian dia tidak pernah kembali lagi (mati syahid –pen).” (HR. Al Bukhari)

Ibnu Rajab Al Hanbaly berkata:

وإذا كان أحب إلى الله فهو أفضل عنده

“Apabila sesuatu itu lebih dicintai oleh Allah, maka sesuatu tersebut lebih afdhal di sisi-Nya.”









 Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Orang Cerdas Tidak Melewatkan Kesempatan Emas Di Bulan Dzulhijjah

|| Orang Cerdas Tidak Melewatkan Kesempatan Emas Di Bulan Dzulhijjah ||

Para pembaca…semoga Anda selalu dalam keadaan sehat, penuh iman.

Termasuk tingkat kejeniusan yang sangat tinggi adalah mengenal kesempatan-kesempatan emas, waktu-waktu berharga, keadaan-keadaan penting yang disebutkan di dalam syariat Islam berdasarkan Al Quran dan hadits shahih, dan tidak membiarkan kesempatan, waktu dan keadaan tersebut terbuang percuma tanpa diisi dengan amal shalih.

Termasuk di dalamnya KESEMPATAN EMAS DI BULAN DZULHIJJAH!!!

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

Artinya: “Tiada hari-hari yang amal shalih di dalamnya lebih dicintai Allah daripada hari-hari ini”. yakni 10 hari pertama dari bulan Dzulhijjah, mereka (para shahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah, dan tidak juga berjihad di jalan Allah (lebih utama darinya)?”, beliau bersabda: “Dan tidak juga berjihad di jalan Allah (lebih utama darinya), kecuali seseorang yang berjuang dengan dirinya dan hartanya lalu ia tidak kembali dengan apapun”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ الْعَمَلِ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ”.

Artinya: “Tiada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan yang lebih ia cintai untuk beramal di dalamnya daripada 10 hari ini, maka perbanyaklah membaca tahlil, takbir, dan tahmid di dalamnya”. (HR. Ahmad dan di shahihkan oleh Al Mundziry dan Ahmad Syakir tetapi dilemahkan oleh Al Albani di dalam kitab Dha’ih At Targhib wa At Tarhib, 744)

Abu Qatadah Al Anshari radhiyallahu ‘anhu berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». رواه مسلم

Artinya: Bahwa Rasulullah ditanya tentang puasa Hari Arafah: “Menghapuskan (dosa-dosa) setahun lalu dan setahun yang akan datang”. (HR. Muslim)

Dari Hadits-hadits di atas dianjurkan untuk memperbanyak amal shalih di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, seperti; Menunaikan haji dan umrah, berpuasa, berkurban, bertakbir, bertahmid dan bertasbih serta bertahlil, serta amal shalih lainnya.







semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Pentingnya dosis dan Indikasi pada Thibbun Nabawi

Pentingnya dosis dan Indikasi pada Thibbun Nabawi

Terdapat nash mengenai pengobatan dalam Al-Quran dan hadits yang menunjukkan bahan-bahan atau dzat yang disebutkan bisa menjadi obat dan menjadi sebab kesembuhan dengan izin Allah. Ulama menyebutkannya sebagai thibbun nabawi yaitu metode pengobatan ala Rasulullah shallallahu ‘alai wa sallam. Misalnya disebutkan dalam Al-Quran bahwa madu adalah penyembuh.

Allah berfirman,

وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ ثُمَّ كُلِي مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا ۚ يَخْرُجُ مِن بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِّلنَّاسِ ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah,”Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia,” Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan.” (An-Nahl :68,69).

Demikian juga hadits Nabi shallallahu ’alaihi sallam yang menyebutkan bahwa habbatus sauda’ adalah obat berbagai macam penyakit kecuali kematian atau penyakit karena usia tua.

إِنَّ هَذِهِ الحَبَّةَ السَّوْدَاءَ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ، إِلَّا مِنَ السَّام

”Sesungguhnya pada habbatu ssauda’ terdapat obat untuk segala macam penyakit, kecuali kematian”. (HR. Bukhari & Muslim)

Perlu diperhatikan bahwa apa yang disebut dalam Al-Quran dan hadits ini adalah baru bahannya saja. Untuk menjadi obat, perlu dosis yang jelas. Berapa takarannya, berapa kali diminum, berapa dosis untuk usia sekian, berapa dosis untuk usia tua dan berapa dosis apabila penyakit itu berat dan lain-lainnya.





 semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Inilah Keutamaan Puasa Arafah

// Inilah Keutamaan Puasa Arafah //

Salah satu amalan utama di awal Dzulhijjah adalah puasa Arafah, pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini memiliki keutamaan yang semestinya tidak ditinggalkan seorang muslim pun. Puasa ini dilaksanakan bagi kaum muslimin yang tidak melaksanakan ibadah haji.

Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)




 semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Meyakini bahwa ibadah haji tidaklah sempurna kecuali dengan berziarah ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Meyakini bahwa ibadah haji tidaklah sempurna kecuali dengan berziarah ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Di antara keyakinan yang tersebar di masyarakat awam dari berbagai negeri adalah meyakini bahwa ibadah haji belum sempurna kalau tidak berziarah ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini adalah sebuah kesalahan, karena ziarah ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah termasuk dalam rukun haji, wajib haji atau sunnah haji, berdasarkan ijma’ para sahabat, tabi’in, dan para imam setelahnya. Adapun hadits-hadits tentang anjuran berziarah ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah menunaikan ibadah haji adalah hadits-hadits yang tidak shahih, bahkan sebagiannya hadits palsu yang tidak ada asal usulnya.

Di antara hadits palsu tersebut di antaranya,

من حج ولم يزرني فقد جفاني

“Barangsiapa yang berhaji dan tidak menziarahi makamku, maka dia sungguh kurang ajar kepadaku.”

Atau hadits palsu lainnya,

من زار قبري وقبر أبي إبراهيم في عام فقد وجبت له الشفاعة

“Barangsiapa yang menziarahi makamku dan makam bapakku Ibrahim dalam satu tahun, maka wajib baginya untuk mendapatkan syafa’at.”

Jika seseorang ingin shalat di Masjid Nabawi, ini termasuk amal yang dianjurkan. Karena shalat di Masjid Nabawi memang memiliki keutamaan khusus, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ

“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Haram. Shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya” (HR. Ibnu Majah no. 1406, shahih).

Oleh karena itu, hendaklah maksud pokok seseorang yang mengunjungi Masjid Nabawi adalah untuk shalat di dalamnya, bukan untuk ziarah ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika seseorang sudah melaksanakan shalat di Masjid Nabawi sebanyak yang dia inginkan, boleh baginya untuk mengucapkan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang perlu diperhatikan, baik posisi seseorang itu jauh atau dekat dari makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sama saja, karena salam tersebut akan sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau pun akan membalasnya.

Namun setelah mengucapkan salam, tidak boleh untuk mengucapkan ucapan-ucapan yang terlarang, misalnya berdoa meminta langsung kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena ini termasuk syirik akbar. Atau terus-menerus dan berulang kali mengunjungi makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (menjadikan makam Nabi sebagai ‘id atau tempat perayaan). Selain itu, hendaknya tidak berlama-lama berdiri di depan makam beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam karena ini akan mengganggu jamaah yang lain. Akan tetapi, hendaknya seseorang mencukupkan diri dengan mengucapkan salam kemudian melanjutkan perjalanan berikutnya. Inilah amal yang dicintai oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا، وَلَا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا، وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ

“Janganlah jadikan rumah-rumah kalian seperti pemakaman, dan jangan jadikan makamku sebagai ‘id (tempat perayaan yang dikunjungi secara terus-menerus setiap pekan, setiap bulan, dan seterusnya, pen.). Dan bershalawatlah untukku, karena shalawat kalian sampai kepadaku di mana saja kalian berada” (HR. Abu Dawud no. 2042, hadits shahih).






semogaga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

5 Sifat Haji Mabrur

5 Sifat Haji Mabrur

Haji mabrur itulah yang didambakan setiap orang karena balasannya tentu saja surga. Namun haji mabrur bukanlah suatu slogan atau titel. Ada beberapa sifat yang mesti dipenuhi, barulah seseorang yang berhaji bisa menggapai derajat mulia tersebut.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا ، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

“Di antara umrah yang satu dan umrah lainnya akan menghapuskan dosa di antara keduanya dan haji mabrur tidak ada bahasannya kecuali surga.” (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349).

Hadits di atas disampaikan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani ketika mengawali pembahasan dalam kitab haji pada hadits no. 708. Hadits tersebut menerangkan mengenai keutamaan haji mabrur dan balasannya adalah surga.

Ibnu ‘Abdil Barr dalam At Tamhid (22: 39) mengatakan bahwa haji mabrur adalah haji yang tidak ada riya’ (ingin dipandang orang lain), tidak sum’ah (ingin didengar orang lain), tidak ada rofats (kata-kata kotor di dalamnya), tidak melakukan kefasikan, dan berhaji dengan harta halal.

Kita dapat katakan bahwa sifat haji mabrur ada lima:

1. Ikhlas mengharap wajah Allah, tidak riya‘ dan sum’ah. Jadi haji bukanlah untuk cari titel atau gelar “Haji”. Tetapi semata-mata ingin mengharap ganjaran dari Allah.

2. Berhaji dengan rezeki yang halal karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

“Allah itu thoyyib (baik) dan tidaklah menerima kecuali dari yang baik” (HR. Muslim no. 1015).

3. Menjauh dari maksiat, dosa, bid’ah dan hal-hal yang menyelisihi syari’at. Hal-hal tadi jika dilakukan dapat berpengaruh pada amalan sholeh dan bisa membuat amalannya tidak diterima. Lebih-lebih lagi dalam melakukan haji. Dalam ayat suci Al Qur’an disebutkan firman Allah,
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (berkata kotor), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.” (QS. Al Baqarah: 197).

4. Berakhlak yang mulia dan bersikap lemah lembut, juga bersikap tawadhu’ (rendah hati) ketika di kendaraan, tempat tinggal, saat bergaul dengan lainnya dan bahkan di setiap keadaan.

5. Mengagungkan syi’ar Allah. Orang yang berhaji hendaknya benar-benar mengagungkan syi’ar Allah. Ketika melaksanakan ritual manasik, hendaklah ia menunaikannya dengan penuh pengagungan dan tunduk pada Allah. Hendaklah ia menunaikan kegiatan haji dengan penuh ketenangan dan tidak tergesa-gesa dalam berkata atau berbuat. Jangan bersikap terburu-buru sebagaimana yang dilakukan banyak orang di saat haji. Hendaklah punya sikap sabar yang tinggi karena hal ini sangat berpengaruh besar pada diterimanya amalan dan besarnya pahala.

Di antara bentuk mengagungkan syi’ar Allah, hendaklah ketika berhaji menyibukkan diri dengan dzikir, yaitu memperbanyak takbir, tasbih, tahmid dan istighfar. Karena orang yang berhaji sedang dalam ibadah dan berada dalam waktu-waktu yang mulia.



moga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Menyia-nyiakan Waktu Lebih Berbahaya dari Kematian

// Menyia-nyiakan Waktu Lebih Berbahaya dari Kematian //

Waktu sangatlah berharga. Begitu berharganya waktu, menyia-nyiakannya adalah bentuk puncak kerugian, bahkan lebih berbahaya dari kematian.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata,

إضاعةُ الوقت أشدُّ من الموت ؛ لأنَّ إضاعة الوقت تقطعك عن الله والدار الآخرة، والموتُ يقطعك عن الدنيا وأهلها

“Menyia-nyiakan waktu lebih berbahaya dari kematian, karena menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu dari Allah dan negeri akhirat, sedangkan kematian hanya memutuskan dirimu dari dunia dan penduduknya”. [Al-Fawaid hal 44]

Apabila waktu di sia-siakan terus-menerus maka untuk apa ia hidup? Waktunya tidak bermanfaat baik untuk dirinya dan orang lain. Waktu hanya digunakan untuk bermain-main dan bersenda gurau saja?





semogaga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Mengenggam Dunia, Ketika Meninggal Hanya Membawa Kafan

// Mengenggam Dunia, Ketika Meninggal Hanya Membawa Kafan //

Saudaraku, kita perlu sadari dan selalu ingat bahwa dunia ini hanya sementara saja. Hendaknya kita sadar bahwa dunia yang kita cari dengan susah payah ini tidak akan bisa kita bawa menuju kampung abadi kita yaitu kampung akhirat.

Ibnu Sammak Muhammad bin Shubaih rahimahullah berkata,

هب الدنيا في يديك ، ومثلها ضم إليك ، وهب المشرق والمغرب يجيء إليك ، فإذا جاءك الموت ، فماذا في يديك

“Anggaplah dunia ada di genggaman tanganmu dan ditambahkan yang semisalnya. Anggaplah (perbendaharaan) timur dan barat datang kepadamu, akan tetapi jika kematian datang, apa gunanya yang ada di genggamanmu?” (Siyarul A’lam An-Nubala 8/330)

Banyak sekali ayat dalam Al-Quran yang mengingatkan kita bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara saja. Janganlah kita lalai dan tertipu seolah-olah akan hidup di dunia selamanya dengan mengumpulkan dan menumpuk harta yang sangat banyak sehingga melalaikan kehidupan akhirat kita.





semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Keutamaan Waktu Ba'da Ashar Hari Jumat

// Keutamaan Waktu Ba'da Ashar Hari Jumat //

Salah satu waktu mustajab untuk berdoa adalah ba’da ashar di hari Jumat. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam,

يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لاَ يُوجَدُ فِيهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ شَيْئًا إِلاَّ آتَاهُ إِيَّاهُ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ

‘Pada hari Jum’at terdapat dua belas jam (pada siang hari), di antara waktu itu ada waktu yang tidak ada seorang hamba muslim pun memohon sesuatu kepada Allah melainkan Dia akan mengabulkan permintaannya. Oleh karena itu, carilah ia di akhir waktu setelah ‘Ashar.’[HR. Abu Dawud]

Iman Ahmad rahimahullah menjelaskan bahwa waktu mustajab itu adalah ba’da ashar, beliau berkata,

قال الإمام أحمد : أكثر الأحاديث في الساعة التي تُرجى فيها إجابة الدعوة : أنها بعد صلاة العصر ، وتُرجى بعد زوال الشمس . ونقله عنه الترمذي

“Kebanyakan hadits mengenai waktu yang diharapkan terkabulnya doa adalah ba’da ashar dan setelah matahari bergeser (waktu shalat jumat).” [Lihat Fatwa Sual Wal Jawab no.112165]

Ibnul Qayyim berkata,

وهذه الساعة هي آخر ساعة بعد العصر، يُعَظِّمُها جميع أهل الملل

“Waktu ini ini adalah akhir waktu ashar dan diagungkan oleh semua orang yang beragama” [Zadul Ma’ad 1/384]



Semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Waspada terhadap penyakit munafik

Ketika kaki berat untuk melangkah menuju sholat..
Ketika hati riya berharap pujian manusia..
Ketika lisan jarang berdzikir kepada Allah..
Maka waspadalah karena penyakit munafiq telah ada di hati..

Allah Ta'ala berfirman:

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

"Sesungguhnya orang orang munafiq itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Apabila berdiri untuk sholat, mereka berdiri dengan malas. Mereka riya (berharap pujia) manusia, dan mereka sedikit berdzikir kepada Allah." (Annisaa:142




MENGAPA DINAMAKAN BULAN MUHARRAM?

MENGAPA DINAMAKAN BULAN MUHARRAM?






Ada dua pendapat yang menjelaskan alasan penamaan bulan ini :

Pertama, dinamakan Muharram dari kata haram yang maknanya adalah larangan, sebagai penegasan terhadap keharaman berperang di bulan ini. Karena dahulu orang-orang Arab mengubah-ubah urutan bulan ini, mereka menghalalkan perang pada suatu tahun kemudian mengharamkan pada tahun berikutnya.

Kedua, dinamakan Muharram karena bulan ini termasuk salah satu dari empat asyhur al hurum (Bulan-bulan haram) yang disinggung dalam surat At Taubah ayat 36. Imam Ibnu Katsir –rahimahullah– menyatakan,

ذَكَرَ الشَّيْخُ عَلَمُ الدِّينِ السَّخَاوِيُّ فِي جُزْءٍ جَمَعَهُ سَمَّاهُ «الْمَشْهُورُ فِي أَسْمَاءِ الْأَيَّامِ وَالشُّهُورِ » أَنَّ الْمُحَرَّمَ سُمِّيَ بِذَلِكَ لِكَوْنِهِ شَهْرًا مُحَرَّمًا، وَعِنْدِي أَنَّهُ سُمِّيَ بِذَلِكَ تَأْكِيدًا لِتَحْرِيمِهِ ؛ لِأَنَّ الْعَرَبَ كَانَتْ تَتَقَلَّبُ بِهِ فَتُحِلُّهُ عَامًا وَتُحَرِّمُهُ عَامًا

“Syaikh Alamuddin As Sakhowi menyebutkan dalam salah satu jilid karya yang beliau kumpulkan, yang beliau beri judul al masyhur fi asma-i al ayyam wa asy-syuhur, bahwa dinamakan Muharram karena bulan ini termasuk bulan haram. Adapun menurutku, dinamai Muharom sebagai penekanan terhadap keharaman berperang di bulan tersebut. Karena kaum Arab dahulu mengubah-ubah urutan bulan ini, mereka menghalalkan perang di suatu tahun lalu mengharamkan di tahun berikutnya”






Silakan share jika bermanfaat, baarakallahu fiikum

// Memahami Allah Maha Pemberi Rizki //

// Memahami Allah Maha Pemberi Rizki //




Kita telah mengetahui bahwa Allah satu-satunya pemberi rizki. Rizki sifatnya umum, yaitu segala sesuatu yang dimiliki hamba, baik berupa makanan dan selain itu. Dengan kehendak-Nya, kita bisa merasakan berbagai nikmat rizki, makan, harta dan lainnya.

Namun mengapa sebagian orang sulit menyadari sehingga hatinya pun bergantung pada selain Allah. Lihatlah di masyarakat kita bagaimana sebagian orang mengharap-harap agar warungnya laris dengan memasang berbagai penglaris.

Agar bisnis komputernya berjalan mulus, ia datang ke dukun dan minta wangsit, yaitu apa yang mesti ia lakukan untuk memperlancar bisnisnya dan mendatangkan banyak konsumen. Semuanya ini bisa terjadi karena kurang menyadari akan pentingnya aqidah dan tauhid, terutama karena tidak merenungkan dengan baik nama Allah “Ar Rozzaq” (Maha Pemberi Rizki).





NB: Silakan di-share, semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

WANITA, UJIAN TERBESAR BAGI LAKI-LAKI

WANITA, UJIAN TERBESAR BAGI LAKI-LAKI







Termasuk dari rahmat-Nya, Allah  menciptakan hamparan dunia begitu indah lengkap dengan keragaman muatannya. Menganugerahkan kepada manusia berbagai kekayaan penuh pesona. Anak, istri, harta, tahta, dan dunia seluruhnya begitu menyejukkan mata. Allah berfirman,

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآب

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran: 14)

Ayat di atas menjelaskan bahwa mencintai wanita dan dunia adalah fitrah manusia. Seorang laki-laki tidak dilarang mencintai wanita selama aplikasi cintanya tidak melanggar syariat. Seorang manusia tidak dilarang mencintai dunia selama kecintaannya tidak mennjerumuskan kepada maksiat. Namun sadarkah, sejatinya di balik keindahan itu semua adalah fitnah (ujian) untuk manusia?

Para ulama menjelaskan, tatkala Allah menjadikan dunia terlihat indah di mata manusia, ditambah dengan berbagai aksesorisnya yang memikat, mulailah jiwa dan hati condong kepadanya. Dari sini manusia terbagi menjadi dua kubu sesuai dengan pilihannya. Sebagian orang menjadikan seluruh anugerah tesebut sebagai tujuan hidupnya. Seluruh pikiran dan tenaga dikerahkan demi meraihnya, hal itu sampai memalingkan mereka dari ibadah. Akhirnya mereka tidak peduli bagaimana cara mendapatkannya dan untuk apa kegunaannya. Ini adalah golongan orang-orang yang kelak menerima azab yang pedih. Sedangkan golongan yang kedua adalah orang-orang yang sadar bahwa tujuan penciptaan dunia ini adalah untuk menguji manusia, sehingga mereka menjadikannya sarana untuk mencari bekal akhirat. Inilah golongan yang selamat dari fitnah, merekalah yang mendapat rahmat Allah[1].

Wanita, Ujian Terbesar Kaum Laki-laki
Di antara pesan agung yang bisa kita petik dari ayat di atas bahwa wanita, dunia, dan seisinya adalah fitnah (ujian) bagi manusia. Akan tetapi di antara fitnah-fitnah tersebut yang paling besar dan paling dahsyat adalah fitnah wanita. Oleh karena itu Allah menyebut pada urutan yang pertama sebelum menyebut anak-anak, harta, dst. Oleh karena itu pula Imam Ibnu Hajar mengatakan, “Allah menyebut wanita pada urutan yang pertama sebelum menyebut yang lainnya. Ini memberikan sinyal bahwa fitnah wanita adalah induk dari segala fitnah.”

Ungkapan Imam Ibnu Hajar ini selaras dengan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan dari Usamah Bin Zaid. Beliau bersabda,

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Aku tidak meninggalkan satu fitnah pun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.” (HR. Bukhari: 5096 dan  Muslim: 2740)

Hadis ini tidak berlebihan. Karena fakta memang telah membuktikan. Meskipun wanita diciptakan dengan kondisi akal yang lemah, namun betapa banyak lelaki yang cerdas, kuat gagah perkasa, dibuat lemah tunduk di bawahnya. Meskipun para wanita diciptakan dengan keterbatasannya, namun betapa banyak para penguasa jatuh tersungkur dalam jeratnya. Meskipun wanita dicipta dengan keterbatasan agama, namun betapa banyak ahli ibadah yang dibuat lalai dari Tuhannya.





 Silakan di-share, semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

// Jauhilah Sikap Sombong //

// Jauhilah Sikap Sombong //






Salah satu tujuan diutusnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik.” (HR. Ahmad 2/381. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih)





Islam adalah agama yang mengajarkan akhlak yang luhur dan mulia. Oleh karena itu, banyak dalil al Quran dan as Sunnah yang memerintahkan kita untuk memiliki akhlak yang mulia dan menjauhi akhlak yang tercela. Demikian pula banyak dalil yang menunjukkan pujian bagi pemilik akhlak baik dan celaan bagi pemilik akhlak yang buruk. Salah satu akhlak buruk yang harus dihindari oleh setiap muslim adalah sikap sombong.

Sikap sombong adalah memandang dirinya berada di atas kebenaran dan merasa lebih di atas orang lain. Orang yang sombong merasa dirinya sempurna dan memandang dirinya berada di atas orang lain.

Silahkan di-share, semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Inilah 5 Kiat untuk Istiqamah dalam Beramal

Inilah 5 Kiat untuk Istiqamah dalam Beramal






Dalam beramal shalih, seseorang butuh untuk melaksanakan secara kontinyu. Betapa banyak kita mendengarkan khutbah Jum’at dan juga peringatan-peringatan melalui sarana lainnya, namun pengaruhnya dalam amalan kita terkadang hanya sementara atau bahkan tidak berbekas sama sekali. Sebagian orang ketika diberi nasihat dan peringatan, hanya berpengaruh selama satu pekan, atau kurang, atau lebih dari satu pekan, kemudian berhenti.

Tidak selayaknya kita bersikap demikian. Akan tetapi, hendaknya kita konsisten dan kontinyu dalam beramal, sehingga amalan tersebut adalah amal yang langgeng dan terus-menerus kita kerjakan. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا ؛ وَإِذًا لَآتَيْنَاهُمْ مِنْ لَدُنَّا أَجْرًا عَظِيمًا ؛ وَلَهَدَيْنَاهُمْ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا

“Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka). Dan kalau demikian, pasti kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi kami. Dan pasti kami tunjukkan mereka kepada jalan yang lurus.” (QS. An-Nisa’ [4]: 66-68)

Mengingat pentingnya hal ini, berikut ini kami sampaikan lima kiat konsisten dalam beramal, yang kami rangkum dari penjelasan Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr ketika beliau menyampaikan ceramah tentang Huquuq kibaaris sinni fil Islaam (Hak-hak orang berusia lanjut dalam agama Islam yang wajib kita tunaikan).

Sahabat muslim, mari simak kiat-kiatnya disini. Klik https://muslim.or.id/42015-lima-kiat-untuk-istiqamah-dalam-beramal-bag-1.html

NB: SInilah 5 Kiat untuk Istiqamah dalam Beramal (Bag. 1)

Dalam beramal shalih, seseorang butuh untuk melaksanakan secara kontinyu. Betapa banyak kita mendengarkan khutbah Jum’at dan juga peringatan-peringatan melalui sarana lainnya, namun pengaruhnya dalam amalan kita terkadang hanya sementara atau bahkan tidak berbekas sama sekali. Sebagian orang ketika diberi nasihat dan peringatan, hanya berpengaruh selama satu pekan, atau kurang, atau lebih dari satu pekan, kemudian berhenti.

Tidak selayaknya kita bersikap demikian. Akan tetapi, hendaknya kita konsisten dan kontinyu dalam beramal, sehingga amalan tersebut adalah amal yang langgeng dan terus-menerus kita kerjakan. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا ؛ وَإِذًا لَآتَيْنَاهُمْ مِنْ لَدُنَّا أَجْرًا عَظِيمًا ؛ وَلَهَدَيْنَاهُمْ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا

“Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka). Dan kalau demikian, pasti kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi kami. Dan pasti kami tunjukkan mereka kepada jalan yang lurus.” (QS. An-Nisa’ [4]: 66-68)

Mengingat pentingnya hal ini, berikut ini kami sampaikan lima kiat konsisten dalam beramal, yang kami rangkum dari penjelasan Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr ketika beliau menyampaikan ceramah tentang Huquuq kibaaris sinni fil Islaam (Hak-hak orang berusia lanjut dalam agama Islam yang wajib kita tunaikan).





Silakan di-share, semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu

// Hukum Perlombaan Dalam Islam //

// Hukum Perlombaan Dalam Islam //




Perlombaan atau musabaqah telah menjadi bagian dari aktifitas manusia sejak dahulu hingga sekarang. Berbagai macam hal yang diperlombakan di masyarakat. Terkadang perlombaan juga disertai dengan adanya hadiah bagi pemenangnya. Bagaimana pandangan Islam mengenai perlombaan?





Musabaqah dari as sabqu yang secara bahasa artinya:

القُدْمةُ في الجَرْي وفي كل شيء

“Berusaha lebih dahulu dalam menjalani sesuatu atau dalam setiap hal” (Lisaanul Arab).

Maka musabaqah artinya kegiatan yang berisi persaingan untuk berusaha lebih dari orang lain dalam suatu hal. Disebutkan dalam Al Mulakhas Al Fiqhi (2/155):

المسابقة: هي المجاراة بين حيوان وغيره، وكذا المسابقة بالسهام

“Musabaqah adalah mempersaingkan larinya hewan atau selainnya, demikian juga persaingan dalam keahlian memanah”.

Silahkan di-share, semoga bisa menjadi jalan kebaikan. Jazaakumullaahu khairan wa baarakallahu fiikum

Bagaimana Membuktikan Bahwa Tauhid Kita Sudah Benar?

Bagaimana Membuktikan Bahwa Tauhid Kita Sudah Benar?






Ketika menjawab pertanyaan demikian, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjawab:




Membuktikan bahwa kita itu bertauhid dengan benar yaitu dengan ikhlas kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. Yaitu bahwa ibadah yang dilakukan hanya untuk Allah Ta’ala semata, bukan karena riya dan bukan karena ingin disukai orang. Namun beribadah dengan ikhlas kepada Allah. Ini dalam hal ibadah.

Demikian juga dalam hal rububiyah, yaitu dengan tidak bergantung kecuali kepada Allah, dan tidak meminta pertolongan kecuali kepada Allah. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallambersabda kepada sepupunya, Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhuma:

يا غلام إني أعلمك كلمات: احفظ الله يحفظك، احفظ الله تجده تجاهك، إذا سألت فاسأل الله، وإذا استعنت فاستعن بالله. واعلم أن الأمة لو اجتمعوا على أن ينفعوك بشيءٍ لم ينفعوك إلا بشيءٍ قد كتبه الله لك، ولو اجتمعوا على أن يضروك بشيءٍ لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك

“wahai bocah, aku akan mengajarimu beberapa kata: jagalah Allah, niscaya ia akan menjagamu, jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu, jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah, jika engkau memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, jika sebuah kaum berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu, maka mereka tidak akan bisa memberikan manfaat kecuali apa yang telah Allah tuliskan bagimu. Dan jika sebuah kaum berkumpul untuk memberimu bahaya, maka mereka tidak akan bisa membahayakanmu kecuali apa yang telah Allah tuliskan untukmu”

Dengan demikian, hendaknya senantiasa meminta kepada Allah agar ditetapkan pada kebenaran dan pada tauhid yang benar. Karena banyak orang yang mereka memiliki kadar minimal dari tauhid, dan mereka juga melakukan hal-hal yang mengikis tauhid.

Saya beri contoh yang banyak di sepelekan di antara manusia: mereka bergantung pada sebab-sebab. Memang benar telah kita ketahui bersama bahwa Allah Subhanahu wa Ta’alatelah menciptakan sebab-sebab untuk terjadinya sesuatu. Bagi orang sakit, Allah telah menetapkan adanya sebab-sebab yang membuat ia sembuh. Orang yang bodoh, Allah telah menetapkan adanya sebab-sebab yang bisa menghilangkan kebodohannya. Bagi yang menginginkan anak, Allah juga telah menetapkan adnaya sebab-sebab agar bisa terlahir anak. Demikianlah segala sesuatu berjalan. Namun sebagian orang menggatungkan diri pada sebab-sebab. Sehingga ketika sakit, mereka bergantung secara total pada rumah sakit dan dokter. Sehingga seolah-olah ia menganggap kesembuhan ada di tangan rumah sakit dan dokter. Ia lupa bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala lah yang telah menjadikan rumah sakit dan dokter sebagai sebab yang bisa memberikan manfaat pada orang sakit, dan terkadang tidak bisa memberikan manfaat. Jika rumah sakit dan dokter bisa memberikan manfaat, maka itu sesungguhnya merupakan karunia dari Allah dan terjadi atas takdir yang Allah tetapkan. Dan jika tidak bisa memberikan manfaat, maka itu merupakan ketetapan Allah yang adil dan takdir yang Allah putuskan.

Maka tidak sepatutnya, bahkan tidak diperbolehkan seseorang lupa kepada pencipta sebab dan malah mengingat-ingat sebab. Memang, kita tidak mengingkari bahwa sebab-sebab itu memiliki pengaruh kepada hasil. Namun hasil ini terjadi karena izin Allah ‘Azza wa Jalla. Sebagaimana firman Allah Tabaraka wa Ta’ala tentang sihir:

فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ

“Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya” (QS. Al Baqarah: 102)

lalu Allah berfirman:

وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ

“Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah” (QS. Al Baqarah: 102)





Silakan di-share semoga bermanfaat bagi yang lain